Aku,
kamu, dan Cerita ini
Ada satu dimana kita seperti tersesat dalam tanya, dalam sebuah
ketidakpastian, dalam sebuah kepingan yang tak utuh. Dimana saat itu kita
kehilangan arah, kehilangan pijakan. Semua terasa pada satu titik yakni nol.
Aku merasakan itu, saat semua luka berpendar dalam sebuah
ketidakpastian, aku tergugu dalam cermin retak, tersudut dibalik jendela yang
berkabut. Aneh semua seperti sebuah mimpi. Aku selalu percaya pada sebuah
persahabatan, aku menghargai semua orang yang menawarkan persahabatan padaku.
Tapi ada pada satu titik dimana, ini adalah kuasaku yang paling
terakhir, ini adalah akhir dimana, tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi
jeritan penuh rasa sakit. Tidak ada hangatnya sebuah pelukan persahabatan.
Aku menyerah pada ketentuan_MU, tidak ada kuasaku melebihi
kuasa_MU, Engkaulah yang Maha Agung, kiranya ini adalah balasan dari dosa-dosa
hamba dari masalu, berikanlah kekuatan untuk menjalaninya. Bimbing hamba ya
Rabb, sebab ini terlalu perih dan sakit.
Aku tak pernah menyangka ini akan terasa sangat tidak adil bagiku,
setidaknya itu yang kurasa pada awalnya. Aku tak pernah mengerti, apa setiap
orang sebegitu jahatnya padaku? Menusukku, mencaciku? Berpura-pura manis
padaku?? Aku tak pernah menyangka, luka itu nyaris membuatku hampir terbunuh,
dalam kesakitan.
Lalu. Aku bertanya pada cermin yang yang retak, dimanakah posisiku
sebenarnya?? Terinjak-injak, tersamarkan dalam rayuan kata dari bibir manis
penuh dusta. Aku tak ingin berprasangka buruk pada Allah dengan memperkenalkan
kita? Mungkin Allah sedang mengujiku dengan ujian maha dahsyat ini.
Aku sudah berusaha ikhlas, ketika semua mimpi yang ku miliki
terenggut dengan paksa, aku sudah ikhlas
ketika cinta penuh bunga yang kuharap di hempas begitu saja. Tapi jangan menyeretku
lagi dalam pusaran penuh luka. Aku lelah ya Allah. Terlalu banyak yang harus
kupikul, apakah harus dengan ini lagi.
Aku sudah menjaga jilbabku ini dengan susah payah, berjuta caci
maki kudapat demi menjaga caraku bertutur, dan menghadapi orang-orang, ku mohon
jangan karenamu hancur semua reputasi orang-orang yang berjalan sejalan
denganku dalam perjalanan dakwah ini.
Terserah kau ingin membuat cerita apalagi untuk menghinaku, untuk
menumpahkan semua inginku kedalam kubangan lumpur. Aku memutuskan untuk
meninggalkan kalian, meninggalkan semua yang berhubungan denganmu, bukanku
jahat, tapi aku memutuskan berhenti dari bersikap terlalu baik pada orang-orang
yang menusukku dari dalam.
Kau boleh, menunjukkan air matamu, menunjukkan wajah dan kata manismu
kepada semua orang, kepada orang-orang yang kusayang dan orang-orang yang
pernah menjadi bagian penting dalam hidupku. “TERSERAH”, aku tidak perduli, itu
urusanmu, bukan urusanku.
Aku telah menyerahkan semua hatiku padamu, memperkenalkan semua
orang-orang terbaik dalam hidupku padamu, aku telah memberikan semua yang bisa
kuberi padamu. Lalu apalagi yang harus kuberikan?
Lalu, kini saat semua mimpi telah kuberikan kepadamu, kau
sia-siakan begitu saja? Dimana harga dirimu? Aku telah berjuang menyembuhkan hatiku,
lalu kau mepermainkan mereka begitu saja? Dengan kata manis dan nasehatmu? Demi
Allah, apa yang harus aku lakukan?
Dulu, aku bisa memberimu pengetahuan yang aku tahu, tapi aku sadar
aku juga bukanlah makhluk sempurna, aku juga masih tertatih memikul beban berat
didalam hidupku, aku juga masih membersihkan hatiku dengan susah payah. Tak
ingin dikatakan munafik, lebih baik aku berdiam diri dengan memperhatikanmu
dari jauh.
Aku lelah menjadi kepingan yang tak berarti, tapi ku bertahan
karena aku masih punya banyak hal dihidup ini yang harus aku kejar, yang harus
aku jaga. Izinkan aku menjadi diriku sendiri yang tidak terlalu manis pada
orang lain tapi tidak juga terlalu menjaga jarak, semua biasa saja, terlalu
sakit rasanya jika terlalu dekat dengan orang yang kau sayang tapi berpura-pura
manis dihadapanmu. Semua seakan-akan palsu dan penuh omong kosong.
Ya Allah, aku tak sanggup lagi memikul beban ini sendirian, tidak
jelas aku harus memulai hidupku ini darimana lagi, aku ingin bahagia dengan
cara yang kupunya, dengan cara yang Engkau ridhai.
Ini titik terakhir dimana aku tak ingin lagi disangkut pautkan
namamu dan namaku....
innaf....
innaf....
By : Nurul silvia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar